Milyuner AS Yang Juga Pengacara Michael Jackson Masuk Islam




Seorang miliyuner Amerika, Mark Shaffer mendeklarasikan keislamannya di Saudi Arabia pada hari Sabtu 17 Oktober 2009 yang lalu. Saat itu Mark sedang berwisata ke Saudi Arabia untuk mengunjungi beberapa kota terkenal seperti Riyadh, Abha dan Jeddah selama 10 hari.

Mark adalah seorang miliyuner terkenal dan pengacara kawakan di Los Angeles Amerika Serikat khususnya terkait hukum perdata. Kasus besar terakhir yang ditanganinya ialah terkait dengan penyanyi pop terkenal Amerika Michel Jackson sepekan sebelum ia meninggal.

Seorang guide wisata yang menemani Mark selama 10 hari di Saudi, Dhawi Ben Nashir menceritakan : Sejak menginjakkan kakinya pertama kali di Saudi Mark mulai bertanya tentang Islam dan shalat. Sesampai di Saudi, Mark menginap di kota Riyadh selama dua hari. Selama di Riyadh Mark sangat concern pada Islam. Setelah itu kami pindah ke kota Najran, terus ke Abha dan Al-Ula. Di sana terlihat sekali ketertarikannya pada Islam, Khususnya saat kami keluar berwisata ke padang pasir. Mark kaget saat meilahat tiga pemuda Saudi yang mendampingi kami di Al-Ula, karena mereka shalat di atas bentangan padang pasir yang amat luas. Sungguh sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan.

Setelah dua hari di Al-Ula, kami pergi ke Al-Juf. Sesampai di Al-Juf, Mark minta dicarikan buku-buku tentang Islam. Lalu saya berikan beberapa buku tentang Islam. Semua buku tersebut dibaca habis oleh Mark. Esok paginya, dia minta saya mengajarkannya shalat. Sayapun mengajarkannya shalat dan bagaimana cara berwudhuk. Lalu dia ikut shalat di samping saya.

Setelah shalat, Mark bercerita bahwa dia sekarang sangat tentram jiwanya. Sore Kamisnya, kami meninggalkan Al-Ula menuju kota Jeddah. Selama di perjalanan dia terlihat serius sekali membaca buku-buku tentag Islam. Pagi hari Jumatnya, kami mengunjungi kota tua Jeddah. Sebelum waktu sahalat Jumat masuk, kami kembali ke hotel dan saya minta izin padanya untuk shalat Jumat. Saat itu Mark berkata pada saya : Saya ingin ikut Anda shalat Jumat agar saya menyaksikannya seperti apa shalat Jumat itu. Lalu saya jawab : welcome…

Kamipun pergi ke sebuah masjid yang tidak jauh dari hotel tempat kami menginap di Jeddah. Karena agak terlambat, saya dan sebagian jamaah shalat di luar masjid karena jamaahnya yang mebludak. Terlihat Mark mengamati jamaah apalagi setelah selesai shalat Jumat, mereka salaing bersalam-salaman dengan wajah yang cerah dan gembira. Mark semakin kagung dengan pemandangan tersebut.

Setelah kami pulang ke hotel, tiba-tiba Marka menyampaikan kepada saya keinginannya untuk masuk Islam. Lalu sya katakan padanya : Silahakan Anda mandi terlebih dulu. Seteah dia mandi saya bimbing Mark mengucapkan dua kalimat syahadat kemudain dia shalata sunnah dua rakaat. Setelah itu, Mark mengungkapakan keinginannya untuk mengunjungi Masjid Haram di Makkah dan shalat di sana sebelum dia meninggalkan Saudi Arabia.

Untuk dapat mewujudkan keinginan beliau, kami pergi ke kantor Dakwah dan Irsyad di kawasan Al-Hamro’ Jeddah untuk mengambil bukti formal keislamannya agar dapat memasuki kota Mekkah dan Masjid Haram. Lalu Mark diberi sertifikat sementara masuk Islam. Karena beberapa anggota grup yang mengikuti kunjungan Mark ke Saudi Arabia sudah harus kembali ke Amerika sore Sabtunya, Al-Hamdullah, Ustadz Muhammad Turkistani bersedia mengantarkan Mark Ke tanah haram Mekkah pagi itu juga.

Terkait kunjungan Mark ke Masjid Haram, Ustazd Muhammad Turkistani menceritakan : setelah Mark medapatkan sertifikat Islam sementara kamipun langsung berangkat menuju Masjid Haram yang mulia. Ketiak dia menyaksikan Masjid Haram, tampak sekali wajahnya sangat cerah dan memancarkan kegembiraan yang luar biasa. Ketika kami masuk ke dalam Masjid Haram dan menyaksikan langsung Ka’bah, kegembiraannya semakin bertambah. Demi Allah saya tidak bisa mengungkapkannya dengan lisan akan pemandangan tersebut. Setelah beliu tawaf mengelilingi Ka’bah yang mulia, kami shalat sunnah dan kemudian keluar dari Masjid Haram. Saya lihat Mark sngat berat untuk berpisah dengan Masjid Haram.

Setelah Mark Mengumumkan keislamannya, dia sempat mengungkapkan kebahagiaanya pada Koran Al-Riyadh sambil berkata : Saya tidak sanggup mengungkapkan perasaan saya saat ini. Akan tetapi, sekarang saya baru dilahirkan kembali dan kehidupan saya baru dimulai…Lalu dia menambahkan : Saya sangat bahagia. Kebahagiaan yang saya rasakan tidak sanggup saya ungkapkan pada Anda saat saya berkunjung ke Masjid Haram dan Ka’bah yang mulia.

Terkait pertanyaan langkah ke depan setelah ia masuk Islam, Mark menjelaskan : saya akan belajar lebih banyak tentag Islam, akan mendalami agama Allah ini (Islam) dan akan kembali lagi ke Saudi Arabia untuk menunaikan ibadah Haji.

Terkait faktor pendoring masuk Islam, Mark menjelaskan : Sebelumnya saya sudah memiliki informasi tentang Islam, tapi sangat sedikit. Ketika saya berkunjung ke Saudi dan menyaksikan langsung kaum Muslimin di Saudi dan saya saksikan mereka menunaikan shalat, saya merasakan sebuah dorongan yang kuat untuk mengenal lebih banyak lagi tentang Islam. Ketika saya membca informasi yang benar tentang Islam, sayapun yakin bahwa Islam adalah agama yang haq (benar).

Pagi Ahad 18 Okteber 2009, Mark meninggalkan Bandara King Abdul Aziz Jeddah menuju Amerika. Sebelum meninggalkan Jeddah, saat mengisi fomulir imigrasi, Mark mencantumkan agamanya adalah ISLAM.

Selamat jalan Mark… Semoga Allah memberkahi Anda dan menjadikan Anda seorang Muslim yang taat dan Da’i yang akan mengajak masyarakat Amerika untuk menikmati kebahagiaan Islam sebagaimana yang Anda rasakan, agar mereka, khusunya pemerintah Amerika tidak takut kepada Islam. Karena hanya Islamlah yang mampu menyelamatakan umat manusia di dunia dan di akhirat kelak...Amin… (fj)

Sumber: http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/pengacara-miliyuner-amerika-mark-shaffer-masuk-islam-di-saudi-arabia.htm

Mengenang Aminah Assilmi, Dari Kristen Radikal Menjadi Seorang Muslimah


Berawal dari kesalahan data komputer, hidup perempuan cerdas ini berubah total dari seorang penganut Kristen Baptis yang taat dan seorang feminis yang radikal, menjadi seorang muslimah dan salah satu tokoh cendekiawan Muslim di AS. Selama 33 tahun menjadi seorang Muslim, ia aktif berdakwah, diundang sebagai pembicara, menulis dan memberikan advokasi di bidang keislaman dan hak-hak perempuan. Dunia internasional mengenal dan menghormatinya sehingga baru-baru ini ia terpilih sebagai satu dari 500 Muslim paling berpengaruh di dunia.

Namanya Aminah Assilmi. Usianya 65 tahun. Namun nama itu kini menjadi kenangan, karena Allah Swt telah memanggilnya pada tanggal 5 Maret 2010. Aminah meninggal dunia setelah pukul 03.00 dinihari waktu setempat, akibat kecelakaan mobil di dekat Newport, setelah memberikan ceramah di New York. Jabatan terakhirnya sampai ia menghembuskan napas yang terakhir adalah Direktur International Union of Muslim Women.

Meski telah tiada, kisah keislaman dan dakwah sosok perempuan yang aktif di masyarakat dan dikenal sebagai cendikiawan Islam dengan level internasional menjadi inspirasi banyak orang.

Saat Hidayah itu Datang

Sebelum masuk Islam, Aminah terlahir dari keluarga Kristen Baptis di wilayah Selatan AS. Sebagai perempuan, Aminah memiliki kecerdasan diatas rata-rata gadis seusianya. Dia selalu mendapatkan nilai sempurna di sekolah, mendapat beasiswa saat kuliah dan sejak menjadi menjadi mahasiswi, ia sudah mengelola bisnis sendiri, bersaing dengan para profesional dan meraih beberapa penghargaan. Ia juga menjadi aktivis perempuan yang menganut feminisme dan bekerja sebagai wartawan media elektronik.

Suatu hari pada tahun 1975, Aminah menggunakan komputer untuk mendaftarkan diri ke sebuah perguruan tinggi. Saat itu baru pertamakalinya komputer digunakan untuk pendaftaran di perguruan tinggi tersebut. Sementara ia menunggu hasil pra-pendaftarannya untuk jurusan Wisata, Aminah pergi ke Oklahoma untuk mengurus bisnisnya. Karena sesuatu hal, kepulangannya tertunda, ia baru kembali ke perguruan tinggi tempat ia mendaftarkan diri dua minggu ketika perkualiahan sudah dimulai. Betapa terkejutnya Aminah, karena komputer salah mengolah datanya dan nama Aminah masuk ke jurusan Teater. Jurusan yang mengharuskannya tampil di depan banyak orang.

Sebagai gadis yang cenderung pemalu, Aminah gundah memikirkan dirinya harus tampil di depan banyak orang. Ia tidak bisa membatalkan perkuliahannya, karena sudah terlalu terlambat untuk mengurus kesalahan kompouter itu. Ia tidak mau gagal karena ia menerima beasiswa. Nilai "F" di mata kuliah, akan mengganggu pemberian beasiswanya.

Atas nasehat suaminya, Aminah menemui dosennya untuk membicarakan alternatif untuk tampil, seperti persiapan kostum dan lain sebagainya. Dosennya berjanji untuk membantu dan Aminah datang ke kelas selanjtnya yang membuat ia syok dengan apa yang ia saksikan. Kelas itu penuh dengan orang-orang Arab, yang oleh Aminah dijuluki "para joki unta". Aminah langsung pulang ke rumah dan memutuskan untuk tidak kuliah lagi. Ia tidak mau berada di tengah orang-orang Arab. "Aku tidak akan pernah duduk dalam satu ruangan yang penuh dengan orang-orang kafir yang kotor," tegasnya ketika itu.

Melihat kegundahan isterinya, suami Aminah dengan sikap kalem seperti biasanya memberinya penjelasan bahwa Tuhan pasti punya alasan untuk segala sesuatu. Ia menasehati Aminah untuk berpikir dalam-dalam sebelum memutuskan berhenti kuliah. Aminah mengunci dirinya selama dua hari untuk mempertimbangkan nasehat suaminya dan akhirnya ia memutuskan untuk tetap kuliah. Tapi keputusan itu dibarengi dengan pikiran bahwa Tuhan telah menugaskan dirinya untuk mengajak orang-orang Arab itu masuk agama Kristen.

Aminah pergi kualiah dengan sebuah misi. Sepanjang perkuliahan, Aminah akan menyempatkan diri untuk membicarakan agama Kristen yang dianutnya dengan teman-teman Arabnya di kelas. "Saya mulai menceramahi mereka bagaimana mereka akan dibakar di neraka untuk selama-lamanya kalau mereka tidak menerima Yesus sebagai penyelamat mereka," ujar Aminah menceritakan pengalamannya sebelum masuk Islam.

Tapi, sambungnya, teman-teman Arabnya sangat sopan dan tidak ada yang mau masuk Kristen. Aminah masih terus berusaha mempengaruhi mereka dengan mengatakan bahwa Yesus sangat mencintai mereka dan rela mati disalib untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosa. Yang harus dilakukan manusia hanyalah menerima Yesus dalam hati mereka.

Teman-teman Arab Aminah tetap tidak ada yang mau pindah agama ke Kristen dan Aminah pantang mundur. Ia memutuskan untuk membaca kitab suci Al-Quran untuk menunjukan pada teman-teman Arabnya bahwa Islam adalah agama palsu dan Nabi Muhammad adalah tuhan palsu.

Atas permintaan Aminah, seorang mahasiswa membawakannya kitab suci Al-Quran dan sebuah buku tentang Islam. Aminah lalu memulai pencariannya untuk mematahkan keyakinan teman-teman Arabnya terhadap Islam. Aminah membaca seluruh isi Al-Quran dan sedikitnya 15 buku tentang Islam, lalu ia kembali pada Al-Quran dan membacanya kembali. Selama pencariannya itu, ia mulai membuat beberapa catatan hal-hal yang menurutnya bisa ia bantah dan akan dijadikannya sebagi bukti bahwa Islam adalah agama palsu.

Tapi tanda disadarinya, telah terjadi perubahan pada diri Aminah dan suaminya yang melihat perubahan itu. "Dalam beberapa hal kecil saya mulai berubah, yang cukup membuat suami saya terganggu. Kami biasa pergi ke bar setiap hari Jumat dan Sabtu atau pergi ke pesta. Lalu saya mulai malas pergi ke tempat itu, saya jadi agak pendiam dan mulai menjauh," tutur Aminah.

Sejak ia membaca Al-Quran dan buku-buku Islam, Aminah juga mulai berhenti minum minuman keras dan tidak lagi makan daging babi. Karena perubahan-perubahan itu, suaminya menuduhnya selingkuh dengan lelaki lain dan mengusirnya. Aminah lalu pindah dan hidup sendirian di sebuah apartamen. Dalam kesendiriannya, Aminah terus mempelajari Islam meski ia masih tetap menjadi seorang Kristen yang taat.

Sampai suatu hari, terdengar ketukan di pintu apartemennya. Seorang laki-laki-yang kemudian dikenalnya bernama Abdul Aziz Al-Syaikh-mengenakan busana tradisional muslim berupa baju gamis panjang berwarna putih dengan sorban bermotif papan catur putih merah terlilit di kepalanya. Lelaki itu datang bersama tiga lelaki lainnya yang mengenakan busana yang sama. Ketika itu, Aminah merasa marah karena para tamu itu datang saat ia mengenakan baju tidur dan piyama saja.

Aminah makin kaget ketika Abdul Aziz mengatakan bahwa ia memahami bahwa Aminah ingin menjadi seorang muslim. Aminah lalu menjawab bahwa ia seorang Kristiani dan tidak berniat untuk menjadi seorang muslim. Tapi Aminah punya banyak pertanyaan dan menanyakan apakah tamu-tamunya itu punya waktu luang.

Akhirnya Aminah mempersilahkan mereka masuk. Ia lalu menanyakan hal-hal dan keberatan-keberatannya yang sudah ia catat selama ia membaca Al-Quran dan buku-buku Islam. "Saya tidak akan melupakan namanya, Abdul Aziz adalah seorang yang sabar dan lemah lembut. Ia dengan sangat sabar membahas pertanyaan-pertanyaan itu bersama saya. Dia tidak membuat saya seperti orang bodoh atau membuat pertanyaan saya seperti pertanyaan yang bodoh," ungkap Aminah.

Aminah mengatakan, Abdul Aziz menjelaskan padanya bahwa Allah memerintahkan manusia untuk mencari ilmu dan bertanya sebagai salah satu cara untuk mendapatkan ilmu. Aminah seperti menyaksikan kuntum bunga sedang bermekaran mendengar penjelasan Abdul Aziz. Ketika ia berbeda pendapat, Abdul Aziz akan memjelaskannya lebih dalam dan dari sisi pandang yang berbeda sampai Aminah benar-benar memahaminya.

Setelah berdiskusi dengan Abdul Aziz dan teman-temannya, tidak butuh waktu lalu buat Aminah untuk memutuskan masuk Islam. Satu setengah tahun ia sudah mempelajari Islam dan Al-Quran, keesokan harinya setelah Abdul Aziz bertamu ke rumahnya, Aminah mengucapkan dua kalimat syahadat disaksikan Abdul Aziz dan teman-temannya yang datang malam itu.

Cobaan Bertubi Setelah Menjadi Muslim

Seperti kebanyakan para mualaf yang harus menghadapi konsekuensi yang tidak mengenakan setelah masuk Islam, begitu pula Aminah. Setelah menjadi seorang muslimah, Aminah banyak kehilangan teman-temannya. Ibunya juga tidak menerima keislamannya. Saudara perempuannya bahwa menganggap Aminah sakit jiwa dan ingin memasukkannya ke tempat rehabilitasi para penderita gangguan mental. Ayah Aminah yang dikenal sebagai orang yang bijak dan tempat meminta nasehat oleh banyak orang, tiba-tiba menjadi beringas dan seolah-olah ingin membunuh Aminah setelah mendengar puterinya menjadi seorang muslim.

Aminah sendirian, tanpa teman dan tanpa keluarga. Tapi ia tetap memilih jalan Islam, bahkan memutuskan untuk segera berjilbab meski untuk itu ia harus kehilangan pekerjaannya karena dipecat. Cobaan itu belum cukup, karena suami Aminah menceraikannya begitu tahu ia masuk Islam dan pengadilan memutuskan dua anaknya, satu laki-laki dan satu perempuan, dibawah pengasuhan suaminya, hanya karena Aminah kini menjadi seorang muslim.

"Itulah 20 menit yang paling menyakitkan dalam kehidupan saya," kata Aminah dalam sebuah wawancara saat ia harus melepas kedua anaknya.

Di Colorado, Aminah mencoba membeberkan kasusnya pada media massa. Ia berharap bisa mendapatkan hak pengasuhan anaknya kembali karena hukum di Colorado menyebutkan bahwa seseorang tidak bisa kehilangan hak asuh anaknya hanya karena latar belakang agamanya. Meski demikian, Aminah tetap tidak berhasil mendapatkan hak asuh itu.

Aminah kembali menjalani kehidupannya sebagai seorang muslim. Meski sakit hati, ia tetap memperlakukan keluarganya dengan hormat dan tetap menjaga komunikasi dengan mereka. Ia juga tetap mendakwahkan Islam dalam setiap kesempatan bertemu dengan keluarganya. Dan perjuangannya tidak sia-sia.

Anggota keluarganya yang kemudian masuk Islam adalah neneknya yang sudah berusia lebih dari 100 tahun. Tak lama setelah bersyahadat, neneknya wafat. Setelah itu, ayah Amina yang dulu ingin membunuhnya karena keislamannya, menyatakan diri masuk Islam. Beberapa tahun kemudian, ibu Aminah pun menjadi muslimah. Lalu suami Aminah dan saudara perempuannya yang dulu ingin memasukkannya ke rumah sakit jiwa akhirnya juga mengucapkan dua kalimah syahadat. Tak ketinggalan, anak lelaki Aminah, pada usia 21 tahun juga memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.

Subhanallah ... tak ada hal yang paling membahagiakannya Aminah selain melihat keluarganya memeluk Islam. Aminah pun terus mendakwahkan pengalamannya dan agama Islam sehingga banyak orang yang sudah terinspirasi dari pengalaman hidupnya. Entah sudah berapa banyak orang yang masuk Islam, setelah mendengar kisah Aminah dan ceramah-ceramah agamanya.

Sekarang sosok Aminah Assilmi sudah tiada, tapi namanya tetap harus dan hidup di hati orang-orang yang mengagumi dan menyayanginya. (ln/iol/isc)

Sumber: http://www.eramuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/mengenang-aminah-assilmi-dari-kristen-radikal-menjadi-seorang-muslimah.htm

Manuela-Mirela: Aku Mencintai Muhammad Saw Tanpa Harus Kehilangan Yesus

Manuela-Mirela Tanasecu, perempuan asal Bucharest, Rumania ini terlahir sebagai anak tunggal dari keluarga yang menganut agama Kristen Ortodoks. Meski tidak terlalu relijius, keluarga Mirela percaya akan adanya Tuhan. Mirela mulai mengenal Islam dari seorang da'i asal Tepi Barat, Palestina, Walid Sulaiman yang kemudian menjadi suaminya.

Tapi sebelumnya, ia sudah tertarik dengan Islam setelah berkunjung ke sejumlah negeri Muslim seperti Yordania, Suriah, Iran, Pakistan, Malaysia dan Indonesia. Setelah menikah dengan Walid pada tahun 1991 di Bucharest, Mirela memutuskan menjadi muslimah. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat di Iran, saat melakukan kunjungan ke negara itu.

Mirela tertarik dengan Islam karena menurutnya doktrin-doktrin dalam Islam sangat jelas dibandingkan doktrin-doktrin dalam ajaran agama Kristen. Sebagai contoh, doktrin Trinitas yang dinilainya samar-samar, membingungkan dan sulit dipahami. "Doktrin semacam itu tidak ada dalam Islam yang mengajarkan monoteisme absolut," kata Mirela.

Ia menilai umat Islam lebih serius dalam masalah agamanya dibandingkan kaum Kristiani pada umumnya. "Umat Islam salat lima waktu sehari, sedangkan penganut Kristen ke gereja hanya pada hari Minggu dan kebanyakan yang datang ke gereja juga orang-orang yang sudah tua," ujarnya.

Salah satu perbedaan yang mencolok antara Islam dan Kristen, sambung Mirela, Islam sangat menghormati dan memuliakan para nabi dan rasulnya, tanpa pengecualian. "Ini merupakan titik kekuatan Islam, yang menunjukkan bahwa siapa saja yang mencintai Yesus bisa memeluk Islam tanpa harus menghentikan rasa cinta pada Yesus, karena Islam mengajarkan umatnya untuk meyakini dan mencintai para rasul Allah Swt," papar Mirela.

"Jadi, bisa saya katakan bahwa menjadi seorang muslim, saya mencintai dan memuliakan Rasulullah Muhammad Saw tanpa harus kehilangan Yesus yang dalam Islam dikenal sebagai Nabi Isa," imbuhnya.

Perjalanan Mirela ke sejumlah negeri Muslim membuka matanya bahwa umat Islam adalah umat yang ramah, dermawan dan siap membantu siapa saja yang membutuhkan bantuan. Sebelum mengenal Islam, Mirale memiliki pandangan yang negatif tentang Islam karena Islam membolehkan seorang suami beristeri hingga empat orang. Mirale menganggap aturan itu merendahkan perempuan. Tapi kemudian, ia menilai lelaki muslim sangat perhatian dengan keluarga dan isterinya dibandingkan lelaki Barat non-Muslim.

Mirale mengatakan, Barat telah salah menilai Islam yang dituding merendahkan kaum perempuan. Pandangan itu muncul karena Barat mendapatkan informasi yang salah dan tidak memahami ajaran Islam yang sesungguhnya. Mirale tidak menepis kenyataan bahwa ada segelintir orang Islam yang berkontribusi menimbulkan pandangan yang salah tentang Islam, karena berperilaku tidak islami.

Sebagai muslimah, Mirale menghimbau para muslimah lainnya agar tidak mencontoh gaya hidup kaum perempuan Barat. Menurutnya, kaum perempuan di Barat sebenarnya sudah menjadi peradaban Barat yang sangat materilistis.

"Barat mengklaim telah membebaskan perempuan. Padahal jika dikaji lebih dalam, kaum perempuan di Barat sebenarnya sudah diperlakukan tidak manusiawi dan dijadikan sebagai komoditi serta obyek seksual semata. Setelah saya mengenal Islam, saya bisa mengatakan bahwa tidak ada agama yang memuliakan perempuan selain Islam," tutur Mirale. (ln/readislam)

Dr. Jeffrey Lang Dulu Cabar Kewujudan Tuhan

Susunan SITI AINIZA KAMSARI



BERKULIT putih dan berambut perang kini menjadi wajah-wajah pendakwah Islam kontemporari. Ini termasuklah Profesor Matematik di Universiti Kansas, sebuah universiti yang terkemuka di Amerika Syarikat (AS), Dr. Jeffrey Lang.

Beliau tidak sahaja berkongsi pengalaman uniknya memeluk Islam pada 1982 tetapi beliau menulis buku tentang pengislamannya bagi membuka hati-hati yang selama ini tertutup untuk mengakui kebesaran Tuhan.

Setelah memeluk Islam dan mendirikan solat lima kali sehari semalam, Dr. Jeffrey berkata, ibadat tersebut begitu memberikan kepuasan pada jiwanya terutama ketika mendirikan solat subuh. Ia adalah detik-detik paling indah yang pernah dilaluinya.

“Itu adalah saat anda meninggalkan buat sementara alam dunia ini kerana ternyata dalam suasana sunyi dan sepi itu serta bersama barisan malaikat, kita saling memuji (berzikir) terhadap Allah s.w.t. menunggu terbitnya sang mentari,” katanya.

Apabila ditanya bagaimana beliau begitu tertawan dengan al-Quran yang menggunakan bahasa Arab sedangkan bahasa itu begitu asing baginya selama ini.

Jawab Dr. Jeffrey: “Bagaimana pula seorang bayi (yang tidak mengerti apa-apa) dapat ditenteram hanya setelah mendengar suara ibunya?”

Dr. Jeffrey yang dilahirkan pada 30 Januari 1954 di Bridgeport, Connecticut, AS mengisytiharkan dirinya seorang yang tidak percayakan Tuhan atau ateis ketika berusia 18 tahun walaupun dibesarkan dalam keluarga yang kuat mengamalkan Judeo-Kristian Katolik.

“Saya mempersoalkan jika ada Tuhan yang Maha Penyayang lagi Mengasihani mengapa ada umat yang dibiarkan menderita di muka bumi ini? Kenapa tidak diciptakan sahaja syurga itu di muka bumi ini? Kenapa diciptakan manusia untuk menderita,” katanya.

Pemikiran seperti itu dibentuk sejak beliau belajar di Sekolah Tinggi Lelaki Notre Dame (sebuah sekolah mubaligh Kristian) sehinggalah melanjutkan pelajaran di peringkat ijazah, sarjana dan kedoktoran dalam bidang matematik.

“Sebagaimana bidang itu yang berteraskan logik akal dan bermain dengan fakta dan angka, begitulah juga cara minda saya bekerja.

“Saya akan cukup kecewa apabila sesuatu itu tidak dapat dibuktikan secara konkrit. Selagi tidak dapat dibuktikan secara logik mengenai Tuhan, bagaimana saya dapat percaya adanya Tuhan,” katanya.

Sehinggalah pada suatu malam beliau bermimpi.

“Saya dapati saya berada di sebuah bilik yang berdinding cat putih, kosong. Tidak ada sebarang perabot di dalamnya kecuali hamparan permaidani yang berjalur rona merah dan putih.

Terdapat juga satu tingkap kecil yang mampu membenarkan cahaya matahari masuk bagi menghangatkan bilik itu.

“Ketika itu terdapat tiga barisan lelaki sedang berdiri dan saya di barisan yang ketiga dan masing-masing berdiri menghadap tingkap kecil itu.

“Saya rasa begitu terasing kerana tidak mengenali sesiapa pun di situ dan seolah-olah seperti berada di negara lain. Kami kemudian melakukan tunduk sehingga ke paras pinggang, diikuti muka yang diletakkan hampir mencium tanah.

Mimpi

“Suasana begitu sunyi seolah-olah semua bunyi lain telah dimatikan. Apabila kami duduk semula, baru saya dapati perbuatan kami tadi diketuai oleh seorang lelaki yang saya hanya dapat perhatikan bahagian belakangnya.

“Dia berdiri seorang diri di tengah-tengah barisan kami itu dengan mengenakan jubah putih yang panjang dan mengenakan selendang pada kepalanya. Saya kemudiannya terjaga daripada mimpi itu,” katanya.

Sebenarnya sepanjang 10 tahun sebagai ateis, mimpi seperti itu sering kali mendatangi tidur Dr. Jeffrey. Tetapi beliau tidak pernah menghiraukannya walaupun ada satu perasaan ganjil setiap kali terjaga daripada mimpi itu.

Selepas 10 tahun melanjutkan pelajaran di universiti, beliau kemudian ditugaskan sebagai pensyarah di Universiti San Francisco.

Di situ buat pertama kalinya beliau bertemu Mahmoud Qandel iaitu seorang pelajar Islam yang mengikuti pengajiannya. Dr. Jeffrey mula bersahabat baik dengan Mahmoud dan sering mengunjungi rumah dan keluarga pelajar berkenaan.

Namun soal agama tidak pernah menjadi topik dalam setiap perbualan mereka sehinggalah pada suatu hari Dr. Jeffrey dihadiahkan senaskhah al-Quran dan beliau berjanji pada dirinya tidak akan berpaling tadah apabila membaca kitab suci itu.

Malah beliau membacanya dengan penuh prejudis terhadap Islam.

“Tetapi kamu tidak boleh membaca al-Quran begitu sahaja, kecuali kamu perlu serius mendalaminya. Akibatnya sama ada kamu terus menyerah kalah (kepada kebenaran Tuhan dan agama) atau menyebabkan anda melancarkan satu peperangan kerana isi kandungannya berlawanan dengan kepercayaan anda selama ini.

“Dan saya termasuk golongan yang kedua itu. Tetapi peperangan ini sungguh menarik kerana didapati lama-kelamaan saya semakin tidak dapat mempertahankan diri saya sendiri. Seolah-olah al-Quran itu lebih mengenali dan mengetahui setiap inci kelemahan diri saya berbanding saya mengenali diri saya sendiri.

“Malah Dia sedang membaca fikiran saya. Setiap malam pelbagai persoalan timbul dalam pemikiran saya, tetapi saya beroleh jawapannya melalui al-Quran keesokan harinya.

“Kitab itu mampu memadamkan sedikit demi sedikit fahaman yang saya bina selama ini. Malah kitab itu kini memimpin saya, mengajak saya ke satu sudut kebenaran yang mampu saya terima kerana ia sangat logik,” imbas Dr. Jeffrey ketika al- Quran mula diperkenalkan kepadanya.

Sehinggalah pada suatu hari ketika berusia 28 tahun, Dr. Jeffrey terjumpa sebuah bilik yang terletak di tingkat bawah sebuah gereja di universiti.

Bilik itu agak pelik kerana ia mengingatkan beliau pada sesuatu. Kemudian beliau diberitahu bahawa bilik itu sebenarnya dijadikan surau bagi membolehkan pelajar Islam di universiti itu mendirikan solat.

Beliau kemudian terpaku di situ sambil mindanya bergelut dengan pelbagai perkara. Dr. Jeffrey merasakan dirinya mempunyai kekuatan untuk melakukan satu perubahan pada pendirian dan falsafah hidupnya selama ini.

Kini beliau meyakini bahawa Tuhan itu wujud, malah kerana adanya Tuhanlah, dengan kekuasaan-Nya itu Dia mampu mengubah dan menggoyahkan pegangannya selama ini yang tidak percayakan Tuhan.

Tanpa membuang masa, beliau melafazkan dua kalimah syahadah bersaksikan beberapa pelajar Islam yang ketika itu hendak menunaikan solat di bilik itu.

Seolah-olah berlaku satu perayaan, mereka semua gembira dengan perubahan besar yang dilakukan Dr. Jeffrey itu lalu mereka mendirikan solat Asar berjemaah dan berdoa bagi meraikan kehadiran saudara baru itu.

Seusai solat, tiba-tiba Dr. Jeffrey menggigil ketakutan.

“Mimpi itu! Ya mimpi itu! Suasana kami mendirikan solat jemaah sebentar tadi tidak ubah seperti yang selalu datang dalam mimpi saya.

“Bilik ini, para jemaah dan pergerakan solat itu seperti yang selalu saya mimpikan. Betapa hebat kebetulannya dan sukar untuk saya mempercayainya.

“Saya cuba memfokuskan semula fikiran ekoran apa yang berlaku itu. Setelah menarik nafas saya seolah-olah disirami rasa dingin yang menjalar ke seluruh badan. Tuhan! Ia adalah satu kenyataan, sejurus itu juga air mata saya mengalir laju membasahi pipi,” katanya.

Kepatuhan

Perjalanan seseorang untuk memeluk Islam adalah begitu unik dan berbeza antara satu sama lain. Seperti yang berlaku pada Dr. Jeffrey, daripada seorang yang mencabar mengenai kewujudan Tuhan, beliau kini seorang yang mempunyai kepatuhan yang tidak berbelah bagi terhadap Allah.

Daripada seorang panglima ateis yang begitu bengis dengan menjadikan al-Quran sebagai musuh, beliau akhirnya mengaku kalah dan tunduk kepada kitab itu.

“Semua yang saya anggap selama ini begitu hebat di kepala (ateis) kini kedudukannya berada di atas tanah, sujud sebagai tanda penyerahan diri kepada-Nya,” katanya.

Dr. Jeffrey berkahwin dengan seorang wanita warga Arab bernama Raika dan dikurniakan tiga orang anak perempuan. Beliau kini giat berdakwah di kalangan rakyat kulit putih Amerika.

Untuk tujuan dakwah, beliau juga menulis buku-buku. Antara yang begitu mendapat sambutan di AS ialah Struggling To Surrender - Some Impressions Of An American Convert To Islam (Beltsville, 1994) dan Even Angels Ask: A Journey To Islam In America (Betsville, 1997) dan Losing My Religion: A Call For Help (Betsville, 2000).

Buku-buku tersebut menjelaskan kepada kita bagaimana fakta-fakta daripada al-Quran dan ajaran Islam mampu menangkis fahaman ateis.

Sumber : Utusan Malaysia

-Quran Wins Heart Of US Profesor

Captain Jacques Yves Costeau, Sang Penemu Sungai Dalam Laut Itu Masuk Islam








Jika anda termasuk orang yang gemar menonton acara TV `Discovery Chanel’ pasti kenal Mr. Jacques Yves Costeau, ia seorang ahli Oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke berbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumenter tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton oleh seluruh dunia.

Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba Captain Jacques Yves Costeau menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.

Fenomena ganjil itu membuat bingung Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari tahu penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berpikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.

Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez. Ayat itu berbunyi “Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laayabghiyaan…” Artinya: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.

Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” Artinya “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara.

Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera.

Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahwa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam.

Subhanallah… Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung. Shadaqallahu Al `Azhim. Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Sesungguhnya hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air.” Bila seorang bertanya, “Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih kembali?” Rasulullah s.a.w. bersabda, “Selalulah ingat mati dan membaca Al Quran.”

sumber : artikelislami.wordpress

Tuhan Yang Satu Muhammad Fitri Temui Dalam Islam



Oleh: ZUARIDA MOHYIN

KELUARGA bahagia Muhammad Fitri dan Nazreen Kamal Basha bersama ibu mentua, Rupyah dan anak-anak mereka.

PENGARAH Unit Dakwah di Persatuan Kebajikan dan Pengubatan Islam Malaysia, Muhammad Fitri Abdullah, 42, sejak tiga tahun lalu mempunyai ceritanya yang tersendiri tentang kisah pengislaman beliau.

Berkongsi pengalaman silam beliau kira-kira 15 tahun lalu, kata anak kelahiran Banting, Selangor ini, dia tidak pernah menyangka pencariannya berhubung konsep keesaan Tuhan atau Tuhan Yang Satu yang ditemui dalam kitab-kitab lama agama Hindu, hanya terjawab dalam agama Islam.

Itupun selepas hampir lapan tahun mencarinya dalam agama anutannya sendiri dan agama Kristian. Akui Pengerusi Perkim Cawangan Serendah ini lagi, pencarian agak panjang ini berpunca daripada sikap egonya yang enggan menerima kenyataan bahawa Islam mampu menjawab segala kemusykilan yang memberati diri.

“Saya dilahirkan dalam sebuah keluarga yang berpegang kuat kepada agama Hindu. Hakikatnya, agama tersebut bukan sekadar ikutan kerana di samping disediakan guru oleh ibu bapa, saya sendiri belajar mendalami lagu-lagu dan muzik keagamaan Hindu.

“Keseriusan ini sekali gus melayakkan saya menjadi pengajar serta penceramah seawal usia 19 tahun. Pembelajaran secara mendalam selok-belok agama ini secara tidak langsung memberi peluang kepada saya mengkaji kitab Veda.

“Dari situlah saya temui konsep Keesaan Tuhan yang turut disebutkan di dalam kitab-kitab lain berbahasa Tamil. Pada masa itulah timbul persoalan dalaman dan kehendak membuak-buak untuk mencari Tuhan Yang Satu. Apatah lagi, perbuatan yang dilakukan selama ini bertentangan dengan konsep tersebut,” terang Muhammad Fitri yang juga merupakan Pendakwah sepenuh masa dengan Perkim sewaktu ditemui di ibu pejabat Perkim, Jalan Ipoh, Kuala Lumpur baru-baru ini.

Meneruskan ceritanya, Muhammad Fitri yang juga merupakan Perunding Latihan sebuah syarikat kewangan Islam swasta di ibu kota berkata, pada usia 27 tahun semasa bekerja di sebuah bank di Petaling Jaya, Selangor, beliau pernah terdengar ceramah agama dalam rancangan Forum Perdana Ehwal pada Khamis malam Jumaat di Saluran 1, Radio Televisyen Malaysia (RTM).

Sayangnya, ceramah yang disampaikan oleh salah seorang panel itu iaitu Datuk Dr. Harun Din bukannya mengundang minatnya kepada Islam malah menimbulkan perasaan marah yang tidak terhingga.

Ungkapan berbunyi: “Kalau niat baik, amalan baik, sentiasa bersedekah tetapi selagi dia tidak beriman, itu semua bukan dikira ibadah dan Allah tidak menerima amalannya.”

“Telinga saya berdesing mendengar kata-kata itu. Ia satu kenyataan yang begitu provokasi. Perasaan marah, geram, kecewa silih berganti. Ungkapan itu berlegar-legar dalam fikiran saya.

“Sebulan kemudian, saya terlihat kemalangan di mana mangsa menemui ajal. Pada saat itu, secara spontan ungkapan di atas muncul dalam kotak fikiran saya. Hakikatnya, semakin saya cuba melupakannya, semakin kerap ia hadir dalam fikiran.

“Semenjak insiden itu, saya hilang konsentrasi kerana sering memikirkan hal tersebut. Saya cuba mencari alternatif iaitu dengan pergi ke gereja. Harapan saya mencari jawapan kepada Tuhan Yang Satu,” akui Muhammad Fitri.

Tambah anak kelima daripada enam adik-beradik ini, dalam keadaan diri penuh persoalan yang belum terjawab, beliau pernah ditanya oleh pelanggannya, Haji Manab akan agama kepercayaannya. Secara berseloroh, balas Muhammad Fitri, “Saya belum Islam tetapi sedang mencari Tuhan dan belum berjumpa lagi.”

“Saya langsung tidak terasa terkilan dengan pertanyaan itu kerana ucapan seperti alhamdulillah, bismillah, alhamdulillah dan insya-Allah sentiasa meniti di bibir saya.

“Malah apabila dia mendengar jawapan saya, Haji Manab mengesyorkan agar saya pergi ke beberapa institusi agama seperti Islamic Outreach ABIM, Perkim dan Pusat Islam. Walau bagaimanapun, dia mempelawa saya bertema seorang tokoh agama yang baru pulang dari Mekah.

“Lantaran itu, pada malam Jumaat, saya mengikutnya ke satu usrah yang diadakan di Seksyen 14, Petaling Jaya. Saya bersetuju bukan kerana untuk mencari jawapan yang selama ini membayangi fikiran tetapi sekadar menjaga hati pelanggan, tidak lebih daripada itu.

“Semangat jemaah yang hadir sewaktu melaksanakan solat Maghrib bagai ada kuasa yang menarik untuk saya ikut serta solat berjemaah biarpun mengikutinya di saf paling belakang. Perbuatan mereka itu menunjukkan satu cara yang paling berdisiplin malah sepanjang majlis itu, amalan berzikir, bacaan Yasin begitu menarik hati saya. Selain, layanan tuan rumah, Haji Zain dan Hajah Seha membuatkan saya tidak rasa tersisih,” kata Muhammad Fitri mengakui usrah itu bukanlah yang terakhir dihadirinya tetapi menjadikannya salah seorang jemaah setia.

Kupasan penceramah malam itu menerusi kitab, Dosa-dosa Besar yang dibeli di Mekah terutamanya menyentuh soal mensyirikkan Allah, seolah-olah ia ditujukan tepat kepadanya.

Dua jam terasa begitu cepat berlalu malah beliau tidak pernah mendengar penerangan yang begitu teliti sekali gus menyedarkannya bahawa apa yang dipercayai selama ini terbukti salah.

“Selesai beberapa siri usrah, saya berkeyakinan dengan agama yang baru dikenali ini. Lantas saya luahkan keinginan untuk memeluk agama Islam. Manab membawa saya berjumpa dengan penceramah itu di Universiti Kebangsaan Malaysia, tempat beliau mengajar.

“Beliau menasihatkan saya agar pengislaman dilakukan pada malam usrah. Maka pada tarikh 8 Ogos 1991 sahlah saya bergelar Muslim. Kebetulan detik bersejarah itu adalah hari kelahiran saya yang ke-28.

“Sehingga pada detik itu iaitu semasa berbuka puasa apabila saya berbuka bersama insan istimewa yang mengislamkan saya barulah saya teringat kembali orang yang membuat ungkapan provokasi satu masa dahulu, itu sebenarnya adalah Harun Din yang berada di depan mata saya,” terangnya bersyukur kerana berjaya mengharungi pelbagai cabaran bila sahaja bergelar mualaf.

Muhammad Fitri yang mendirikan rumah tangga dengan gadis pilihan keluarga angkat, Nazreen Kamal Basha, 30, kini diceriakan dengan kehadiran empat cahaya mata; Najwa, 9, Muhammad Abdurahman, 8, Abdurrahim, 5 dan Sumayyah, setahun.

Ditanya bagaimana beliau berhadapan dengan reaksi keluarga selepas pengislaman, katanya, seminggu sebelum memeluk Islam beliau pernah berbohong kepada ibu memberitahu dirinya sudah Islam.

“Pada masa itu, saya hanya hendak menguji sejauh mana penerimaan mereka. Reaksi awal ibu ialah dia kecewa tetapi tidak marah dengan pilihan yang diambil. Pada masa itu juga terbongkar satu kisah yang ibu simpan sejak mendiang ayah masih hidup iaitu semasa saya berusia enam bulan, ayah pernah mengeluarkan kata-kata yang saya suatu hari nanti akan menukar namanya kepada Abdullah. Padahal ayah meninggal semasa saya berusia enam tahun.

“Apabila melihat sikap keterbukaan ibu, timbul keberanian untuk meneruskan keputusan memeluk Islam. Pun begitu, saya memahami kekecewaan mereka kerana saya dikira orang harapan dalam keluarga.

“Saya cuba buktikan kepada mereka, yang saya bukannya menyembah Tuhan yang baru tetapi Tuhan Yang diesakan sebagaimana disebut dalam kitab lama masyarakat Hindu.

“Pada peringkat awal, adik-beradik juga kecewa dengan keputusan saya. Mereka terasa seolah-olah saya hendak bertukar identiti, khuatir saya akan berkahwin dengan gadis Melayu dan takut hubungan kekeluargaan terbatas kerana perbezaan agama,” katanya bersyukur apa yang dibimbangi tidak berlaku malah hubungan mereka anak-beranak semakin hari bertambah akrab.

Saranan Muhammad Fitri kepada mana-mana individu yang berhasrat memeluk Islam agar membuat perancangan terlebih dahulu terutamanya persiapan dari segi mental dan ekonomi.

“Saya beruntung kerana banyak pihak yang menyokong dan mendokong sepanjang perjalanan pengislaman saya hingga ke hari ini. Keluarga angkat yang telah menyediakan seorang guru, Zainuddin Sitek untuk mengajar selok-belok Islam dan membaca al-Quran. Alhamdulillah dalam masa setahun saya telah lancar membaca al-Quran.

“Jasa mereka ini hanya Allah s.w.t. dapat membalasnya. Pun begitu saya terharu dengan pemahaman keluarga kerana tidak mengambil sikap terlalu emosional apabila berhadapan isu pengislaman saya. Ia amat besar maknanya buat saya,” kata Muhammad Fitri yang mula serius dalam kegiatan dakwah sejak 1999. Ini semua bertitik-tolak daripada saranan Rasulullah s.a.w.: Sampaikanlah oleh kamu walau sepotong ayat.

Selain menjadi Ahli Jawatankuasa Perkim Selangor, Muhammad Fitri turut menjadi Panel Dakwah, Jabatan Agama Islam Selangor (JAIS), panel kaunselor di Mufti Kerajaan Negeri Sembilan. Selain itu, sering menjadi penceramah jemputan terutamanya tentang tajuk perbandingan agama.



Sumber: Utusan Malaysia

Shah Kirit Solat Secara Sembunyi

Oleh MEGAT LUTFI MEGAT RAHIM

PADA asalnya, niat Shah Kirit Kakulal Govindji ingin memeluk agama Islam ialah hanya dengan satu tujuan iaitu untuk berkahwin dengan seorang gadis Melayu.

Namun kini, dia bukan sahaja telah menjadi seorang Muslim yang soleh tetapi pada masa sama menjadi Ketua Pegawai Dakwah Islamic Information & Services Foundation, sebuah organisasi dakwah untuk memberi informasi mengenai agama Islam yang terletak di Taman Setiawangsa, Kuala Lumpur.

Shah Kirit juga menjadi pengurus syarikat penerbitan, Saba Islamic Media Sdn. Bhd. cawangan Maju Junction. Selepas mengahwini gadis pilihannya itu dia dan isteri menetap di rumah keluarganya di Jalan Ipoh, Kuala Lumpur.

Namun bagaimanakah Shah Kirit, seorang yang berketurunan India boleh berubah sepenuhnya daripada kehidupan asalnya berbanding kini? Berdepan dengannya di Saba Islamic Media cawangan Taman Setiawangsa, dia berkongsi kisah hidupnya.

Tertarik kerana kecantikan

“Saya bersekolah sehingga tingkatan enam di sebuah sekolah menengah di Kuala Lumpur. Sebaik sahaja menamatkan pengajian, saya bekerja di sebuah syarikat pemasaran swasta yang mempunyai pekerja berbilang kaum termasuk Melayu.

“Saya tertarik dengan seorang gadis Melayu di tempat kerja saya itu kerana kecantikannya. Namun, pada masa yang sama saya sering mengingatkan diri supaya jangan bercinta dan berkahwin dengan gadis berlainan kaum.

“Tapi saya amat mencintainya sehingga pernah terfikir ingin berhijrah ke negara lain untuk berkahwin dengan gadis tersebut. Buntu dengan perkara ini saya berjumpa dengan beberapa orang ustaz.

“Tetapi sebilangan daripada mereka menggalakkan saya untuk memeluk agama Islam yang mana saya dituntut supaya solat lima waktu, berpuasa dan membayar zakat hingga menyebabkan saya takut dan gusar,” katanya.

Menurutnya lagi, pendekatan bagi orang bukan Islam memeluk agama Islam perlu diubah kerana mereka memerlukan masa untuk mendalami Islam dan mengamalkan cara hidup agama itu dengan sempurna.

“Hati saya bagaimanapun ketika itu masih belum tergerak sepenuhnya untuk memeluk Islam sehinggalah saya berjumpa dengan pendakwah dari Pertubuhan Kebajikan Islam Malaysia (Perkim) cawangan Perak, Ustaz Ali Chin.

“Ustaz Ali sanggup mengorbankan masanya untuk berjumpa dengan saya setiap hari sambil menceritakan soal akidah dan ketuhanan menyebabkan hati ini tersentuh dengan Islam.

“Selain itu, Ustaz Ali turut menceritakan bagaimana Allah mencipta manusia di samping menasihatkan saya belajar secara beransur-ansur untuk memahami Islam,” ujar anak sulung daripada lima beradik itu.

Tidak berani berterus-terang

“Keluarga dapat menghidu hasrat saya untuk memeluk Islam dan langsung tidak bersetuju dengan hasrat saya itu tetapi berkat kesabaran Ustaz Ali berdakwah kepada saya serta hidayah Allah, akhirnya pada bulan Ramadan 1996 semasa berusia 30 tahun saya sah memeluk Islam.

“Tetapi saya sembunyikan perkara itu daripada keluarga. Apabila balik ke rumah keluarga, saya solat secara bersembunyi dan mengamalkan ajaran Islam dengan agak terhad.

“Bagi adik-adik saya, mereka menerima keadaan saya masa itu kerana hormatkan saya sebagai abang sulung. Tetapi saya tidak berani memberitahu ibu dan bapa saya,” katanya yang enggan mendedahkan nama isterinya itu.

Keadaan itu membuat Shah Kirit agak tertekan sehingga pernah terfikir untuk bersolat di bilik mandi rumah keluarganya itu.

“Tidak lama selepas itu, saya mengambil keputusan untuk berkahwin dengan gadis pilihan walaupun tidak dipersetujui keluarga selain memberitahu saya telah menjadi penganut agama Islam.

“Tentunya keluarga agak marah semasa itu tetapi Allah memberikan akal fikiran untuk kita berfikir. Sebelum saya membawa isteri berjumpa keluarga, saya ajar dia serba sedikit bahasa Tamil, memakai baju Punjabi tetapi bertudung, budaya serta makanan orang India.

“Gementar saya sewaktu membawa isteri saya berjumpa keluarga buat pertama kali. Tetapi syukur penerimaan mereka amat baik dan cukup terkejut apabila isteri saya tahu serba sedikit kebudayaan dan cara hidup kami sekeluarga.

“Malah, sepanjang tiga hari berada di rumah keluarga saya, isteri saya dilayan dengan sepenuh kasih sayang sehingga mereka lebih sayangkan dia menyebabkan saya berasa iri hati pula,” katanya diiringi ketawa.

Transformasi hidup

Shah Kirit yang lebih senang mengekalkan nama asalnya kini sibuk dengan undangan berceramah mengenai al-Quran dan sains, wanita dan soal akidah Islam sehingga pernah dalam sehari menerima tiga jemputan berceramah pada waktu yang sama.

“Dulu hidup saya kosong tetapi kini saya hidup semata-mata untuk mencapai keredaan Allah.

“Jika dulu saya menganggap kematian itu satu perkara menakutkan tetapi apabila saya bersungguh-sungguh mempelajari Islam, barulah saya sedar sebenarnya perkara itu akan dilalui semua orang,” tuturnya yang turut menerima jemputan berceramah di Indonesia, Singapura, dan Bangladesh.

Dia juga bersyukur kerana sepanjang berceramah lebih lapan tahun, terdapat beberapa orang peserta ceramahnya yang menganut agama Islam kerana tertarik dengan isi ceramahnya.

“Hidayah itu Allah sendiri yang beri tetapi dalam masa sama kita tidak boleh berdiam diri tanpa berusaha kerana usaha dakwah itu wajib bagi setiap individu Islam.

“Walaupun saya pernah menerima surat layang menuduh saya ingin mengejar pangkat, nama dan glamor seperti penceramah agama terkenal sedia ada, namun saya tidak mempedulikannya,

“Ini kerana saya yakin Islam itu hadir sebagai penyelesaian kepada setiap masalah umat manusia,” bicaranya.

Sumber: http://www.kosmo.com.my/kosmo/content.asp?y=2009&dt=1018&pub=Kosmo&sec=Rencana_Utama&pg=ru_04.htm

© Copyright Reserved kampungkualasala.blogspot.com